Masa muda merupakan masa sempurnanya pertumbuhan fisik dan
kekuatan seorang manusia. Maka ini merupakan nikmat besar dari Allah Ta’ala yang
seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya untuk amal kebaikan guna meraih
ridha Allah Ta’ala. Dan sebagimana nikmat-nikmat besar lainnya
dalam diri manusia, nikmat inipun nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di
hadapan Allah Ta’ala. Allah Ta’alaberfirman,
{أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ
مَبْعُوثُونَ. لِيَوْمٍ عَظِيمٍ. يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}
“Tidakkah mereka itu yakin, bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar (dasyat),
(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam
(Allah Ta’ala)” (QS al-Muthaffifiin: 4-6)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak
akan bergesar kaki seorang manusia dari sisi Allah, pada hari kiamat (nanti),
sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang lima (perkara):
tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana
diperoleh dan ke mana dibelanjakan, serta bagaimana di mengamalkan ilmunya”[1]
Akan tetapi bersamaan dengan itu, masa muda adalah masa yang penuh dengan godaan untuk memperturutkan hawa nafsu. Seorang pemuda yang sedang dalam masa pertumbuhan fisik maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwanya, yang ini sering menyebabkan dia mengalami keguncangan dalam hidup dan berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut[2].
Dalam kondisi seperti ini, tentu peluang untuk terjerumus ke
dalam keburukan dan kesesatan yang dibisikkan oleh setan sangat besar sekali,
apalagi Iblis yang telah bersumpah di hadapan Allah U bahwa dia akan
menyesatkan manusia dari jalan-Nya dengan semua cara yang mampu dilakukannya,
tentu dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Allah Ta’ala berfirman,
{قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي
لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ
أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا
تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ}
“Iblis berkata: “Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) manusia
dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan
dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)” (QS al-A’raaf: 16-17).
Di sinilah terlihat peran besar agama Islam sebagai petunjuk
yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada umat manusia untuk
kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka di dunia dan akhirat.
Agama Islam sangat memberikan perhatian besar kepada upaya
perbaikan mental para pemuda. Karena generasi muda hari ini adalah para pemeran
utama di masa mendatang, dan mereka adalah pondasi yang menopang masa depan
umat ini.
Oleh karena itulah, banyak ayat al-Qur’an dan hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghasung kita
untuk membina dan mengarahkan para pemuda kepada kebaikan. Karena jika mereka
baik maka umat ini akan memiliki masa depan yang cerah, dan generasi tua akan
digantikan dengan generasi muda yang shaleh, insyaAllah[3].
Pemuda yang dijanjikan akan
mendapatkan naungan Allah Ta’ala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى
ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ»
“Ada
tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya)
pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: …Dan
seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah …”[4].
Hadits yang agung ini menunjukkan betapa besarnya perhatian
Islam terhadap hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi seorang pemuda muslim
sekaligus menjelaskan keutamaan besar bagi seorang pemuda yang memiliki sifat
yang disebutkan dalam hadits ini.
Syaikh Salim al-Hilali berkata: “(Hadits ini menunjukkan) keutamaan pemuda yang tumbuh dalam dalam
ketaatan kepada Allah, sehingga dia selalu menjauhi perbuatan maksiat dan
keburukan”[5].
Imam Abul ‘Ula al-Mubarakfuri berkata: “(Dalam hadits ini)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhusukan
(penyebutan) “seorang pemuda” karena
(usia) muda adalah (masa yang) berpotensi besar untuk didominasi oleh nafsu
syahwat, disebabkan kuatnya pendorong untuk mengikuti hawa nafsu pada diri
seorang pemuda, maka dalam kondisi seperti ini untuk berkomitmen dalam ibadah
(ketaatan) kepada Allah (tentu) lebih sulit dan ini menunjukkan kuatnya (nilai)
ketakwaan (dalam diri orang tersebut)”[6].
Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ»
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang
tidak memliki shabwah”[7].
Artinya: pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya,
dengan dia membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi
keburukan[8].
Inilah sosok pemuda muslim yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan
pandai mensyukuri nikmat besar yang AllahTa’ala anugrahkan
kepadanya, serta mampu berjuang menundukkan hawa nafsunya pada saat-saat
tarikan nafsu sedang kuat-kuatnya menjerat seorang manusia. Ini tentu merupakan
hal yang sangat sulit dan berat, maka wajar jika kemudian Allah Ta’ala memberikan
balasan pahala dan keutamaan besar baginya.
Bimbingan Islam untuk meluruskan akhlak para pemuda
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata, “Sesungguhnya sebab-sebab (yang mendukung
terjadinya) penyimpangan dan (banyak) masalah (di kalangan) para pemuda sangat
banyak dan bermacam-macam, karena manusia di masa remaja akan mengalami
pertumbuhan besar pada fisik, pikiran dan akalnya. Karena masa remaja adalah
masa pertumbuhan, sehingga timbullah perubahan yang sangat cepat (pada
dirinya). Oleh karena itulah, dalam masa ini sangat dibutuhkan tersedianya
sarana-sarana untuk membatasi diri, mengekang nafsu dan pengarahan yang
bijaksana untuk menuntun ke jalan yang lurus”[9].
Kemudian Syaikh al-‘Utsaimin menjelaskan sebab-sebab yang
harus ditempuh untuk memperbaiki ahklak para pemuda berdasarkan petunjuk agama
Islam[10], di antaranya adalah:
1. Memanfaatkan waktu luang secara maksimal
Waktu luang bisa menjadi penyakit yang membinasakan pikiran,
akal dan potensi fisik manusia, karena diri manusia harus beraktifitas dan
berbuat. Jika diri manusia tidak beraktifitas maka pikirannya akan beku,
akalnya akan buntu dan aktifitas dirinya akan lemah, sehingga hatinya akan
dikuasai bisikan-bisikan pemikiran buruk, yang terkadang akan melahirkan
keinginan-keinginan buruk…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا
كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ»
“Ada
dua nikmat (dari Allah Ta’ala) yang kurang diperhatikan oleh banyak
manusia (yaitu) kesehatan dan waktu luang”[11].
Untuk mengatasi hal ini, hendaknya seorang pemuda berupaya
(untuk mengisi waktu luangnya) dengan kegiatan yang cocok (dan bermanfaat)
untuknya, seperti membaca, menulis, berwiraswasta atau kegiatan lainnya, untuk
menghindari kekosongan aktifitas dirinya, dan menjadikannya sebagai anggota
masyarakat yang berbuat (kebaikan) untuk dirinya dan orang lain.
2. Memilih teman bergaul yang baik
Hal ini sangat mempengaruhi akal, pikiran dan tingkah laku
para pemuda. Oleh karena itulah, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المرء على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل
“Seorang manusia akan mengikuti agama teman dekatnya, maka
hendaknya salah seorang darimu melihat siapa yang dijadikan teman dekatnya”[12].
Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik
dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak
wangi dan peniup al-kiir (tempat
menempa besi), maka penjual minyak wangi bisa jadi dia memberimu minyak wangi,
atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan mencium
aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa besi) bisa jadi (apinya) akan
membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya”[13].
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan
bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena
pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka, sekaligus
menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku
maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka [14].
Oleh karena itu, hendaknya seorang pemuda berusaha mencari
teman bergaul orang-orang yang baik dan shaleh serta berakal, agar dia bisa
mengambil manfaat dari kebaikan, keshalehan dan akalnya. Maka hendaknya seorang
pemuda menimbang keadaan orang-orang yang akan dijadikan teman bergaulnya,
dengan meneliti keadaan dan akhlak mereka.
3. Memilih sumber bacaan yang baik dan bermanfaat
Mengkonsumsi sumber-sumber bacaan yang merusak, baik berupa
artikel, surat kabar, majalah dan lain-lain, akan menyebabkan pendangkalan
akidah dan agama seseorang, serta menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan,
kekafiran dan keburukan akhlak. Khususnya jika pemuda tersebut tidak memiliki
latar belakang pendidikan agama yang kuat dan pola pikir yang benar untuk dapat
membedakan antara yang benar dan yang salah, serta yang bermanfaat dan
membinasakan.
Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya seorang pemuda
menjauhi sumber-sumber bacaan tersebut, dan beralih kepada sumber-sumber bacaan
lain yang akan menumbuhkan dalam hatinya kecintaan kepada Allah dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta menyuburkan keimanan
dan amal shaleh dalam dirinya. Dan hendaknya dia bersabar dalam melakukan semua
itu, karena hawa nafsunya akan menuntut dia dengan keras untuk kembali membaca
bacaan-bacaan yang telah biasa dikonsumsinya, dan menjadikannya bosan serta
jenuh untuk membaca bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Ibaratnya seperti orang
yang berusaha melawan hawa nafsunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah,
tapi nafsunya enggan dan selalu ingin melakukan perbuatan yang sia-sia dan
salah.
Sumber
bacaan bermanfaat yang paling penting adalah al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir
yang berisi riwayat-riwayat tafsir yang shahih dan penafsiran akal yang benar. Demikian juga hadits-hadits Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam, kemudian kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama ahlus
sunnah berdasarkan dua sumber hukum Islam ini.
Penutup
Demikianlah, semoga tulisan ringkas ini bermanfaat dan menjadi
motivasi bagi kaum muslimin, terutama para pemuda, untuk mengusahakan kebaikan
bagi dirinya dan membiasakan dirinya untuk selalu menetapi amal shaleh dan
ibadah kepada Allah Ta’ala, agar mereka termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang mendapatkan keutamaan dan kemuliaan besar dari Allah Ta’ala,
sebagimana dalam hadits-hadits yang tersebut di atas.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين،
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 13 Jumadal ula 1432 H
Artikel www.muslim.or.id
[1] HR
at-Tirmidzi (no. 2416) dan lain-lain, dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.
[2] Lihat
keterangan syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam kitab “Min musykilaatisy
syabaab” (hal. 5).
[3] Ibid
(hal. 6).
[4] HR.
Bukhari (no. 1357) dan Muslim (no. 1031).
[5] Kitab
“Bahjatun naazhiriin” (1/445).
[6] Kitab
“Tuhfatul ahwadzi” (7/57).
[7] HR
Ahmad (2/263), ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir” (17/309) dan lain-lain,
dinyatakan shahih dengan berbagai jalurnya oleh syaikh al-Albani dalam
“ash-Shahiihah” (no. 2843).
[8] Lihat
kitab “Faidhul Qadiir” (2/263).
[9] Kitab
“Min musykilaatisy syabaab” (hal. 12).
[10] Ibid
(hal. 12-16) dengan ringkas dan tambahan dari penulis.
[11] HR.
al-Bukhari (no. 6049).
[12] HR
Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378) dan al-Hakim (4/189), dinyatakan
shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, serta dihasankan oleh Syaikh
al-Albani.
[13] HR.
al-Bukhari (no. 5214) dan Muslim (no. 2628).
[14] Lihat
kitab “Syarhu shahih Muslim” (16/178) dan “Faidhul Qadiir” (3/4).
0 komentar:
Posting Komentar